RENUNGAN:

Kamis, 13 Mei 2010

MALACH DAN TUKANG SEPATU

Simon adalah seorang tukang sepatu, dia adalah orang yang miskin, tetapi sangat murah hati. Ia memiliki seorang isteri, Matrena namanya. Meskipun bengkel sepatunya kecil tetapi banyak orang atau tetangga yang berhutang padanya. Pada suatu hari ia ingin membeli sebuah mantel baru, tetapi karena kekurangan uang maka ia pergi ke beberapa tetangga untuk menagih hutang. Walaupun demikian, uang yang diperolehnya masih saja kurang.

Ketika Simon akan kembali ke rumahnya dan sampai di depan gereja, ia melihat seorang pemuda tampan dan putih sedang berdiri kedinginan dan bertelanjang badan. Simon melihatnya, namun ia merasa ketakutan, karena ia takut kalau yang dilihatnya adalah setan. Sampai di depan gereja ia berjalan cepat untuk melewatinya. Namun hatinya berkata “kasihan orang itu, pasti ia sangat kedinginan”. Akhirnya ia kembali ke orang itu dan memberikan mantel kepadanya, lantas mengajak orang itu ke rumahnya.
Sampai di rumah isterinya marah karena Simon tak membawa mantel baru melainkan membawa orang asing ke rumahnya. Isterinya marah-marah dan tidak mau menerima orang tersebut. Simon lantas berkata kepada isterinya, “tidakkah ada cinta kasih Tuhan dalam hatimu”. Setelah Simon berkata itu, akhirnya isterinyapun tergerak hatinya oleh belas kasihan dan mau menerima orang asing tersebut. Saat diterima oleh isteri Simon tersebut, maka orang asing inipun tersenyum dan mengatakan bahwa namanya Malach.

Malach pun tinggal di rumah Simon dan diajarkan oleh Simon bagaimana membuat sepatu. Dalam tiga hari Malach sudah pandai membuat sepatu. Simon dan isterinya pun bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya Malach. Namun Malach hanya mengatakan, “suatu saat mereka akan tahu siapa sebenarnya saya”.

Karena kepandaian Malach maka bengkel sepatu Simon tambah maju dan dikenal. Pada suatu hari datang seorang kaya dan sombong ke bengkel Simon dengan membawa kulit untuk dibuatkan sepatu. Ia mengharuskan Simon dan Malach membuat sepatu untuknya yang bagus dan dapat bertahan selama setahun lebih, kalau hanya dalam beberapa bulan sudah rusak maka dia akan mengadukan ke pengadilan untuk dipenjarakan. Secara diam-diam Malach tersenyum, dan untuk kedua kalinya ia tersenyum dengan wajah yang bersinar. Simon ingin menolak pesanan itu, tetapi Malach memberikan isyarat untuk menerima.

Malachlah yang mengerjakan pesanan itu, namun terkejutnya Simon karena yang dibuatnya adalah sepatu untuk anak-anak. Simon pun bertanya, “kenapa yang dibuat sepatu untuk anak-anak, padahal yang datang memesan itu orangnya tinggi besar”. Belum selesai Simon berbicara, datanglah pembantu dari orang kaya yang memesan sepatu, orang itu pun berkata, “majikannya telah meninggal, dan jika masih sisa kulit di sini sebaiknya dibuatkan sepatu untuk anaknya yang masih kecil”. Malach lantas menyerahkan sepatu itu, dan pembantu tersebut menerima dengan penuh rasa heran.

Setelah Malach tinggal beberapa tahun dengan Simon dan Matrena, datanglah seorang ibu dengan dua orang anak kembarnya untuk memesan sepatu. Si ibu tersebut bercerita bahwa kedua anak kembar tersebut bukan anaknya, ibu kandung anak tersebut telah meninggal setelah suaminya meninggal. Mendengar itu Matrena pun berkata, “Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah dan ibu, tapi tentu saja manusia takkan hidup tanpa Tuhannya”. Mendengar itu Malach langsung tersenyum, dan bukan saja wajahnya yang bersinar tetapi seluruh tubuhnya ikut bercahaya. Setelah itu Malch pun bercerita tentang siapakah dia sebenarnya.

“Bertahun-tahun yang lalu aku diutus Tuhan untuk menjemput jiwa ibu kedua anak kembar tersebut. Dalam perjalanan ke Surga, Tuhan mengirimkan angin ribut, dan menghempaskanku ke bumi. Tuhan meminta kepada ku untuk mempelajari tiga kebenaran. Pertama, apakah yang ada dalam hati manusia; kedua, apakah yang tidak diijinkan pada manusia; ketiga, apa yang paling dibutuhkan manusia. Aku telah menemukan semuanya itu. Saat Matrena marah karena kehadiran ku, tetapi karena ada belas kasihan maka dapat menerima ku. Aku mengerti kebenaran yang pertama yakni yang ada dalam hati manusia adalah Cinta Kasih Tuhan. Dan aku tersenyum untuk kedua kalinya karena aku telah mengetahui kebenaran yang kedua yakni manusia tidak dijinkan untuk mengetahui masa depannya. Masa depan manusia ada di tangan Tuhan. Dan untuk ketiga kalinya aku tersenyum karena telah mengetahui kebenaran yang ketiga yaitu manusia dapat hidup tanpa ayah dan ibu, tapi manusia takkan hidup tanpa Tuhannya”.

Setelah Malach menceritakan semuanya, maka ia berpamitan dengan Simon dan Matrena, setelah itu tubuh Malach makin bercahaya dan naik ke atas.***